RUANG RINDU

(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Juguran Syafaat Banyumas Edisi April 2024)

Sejauh-jauh burung terbang, ia akan pulang juga ke sarangnya. Pepatah itu seolah sedang menjelaskan betapa penting makna pulang. Pulang menjadi penting karena ia merupakan jodoh dari kepergian. Setiap yang pergi pasti membutuhkan pulang. Begitulah hukum kehidupan. Kepergian yang tanpa kepulangan, adalah gentayangan. Seperti laut yang tak menemukan pantai, pagi yang tak menjumpai senja, lelaki yang tak menemukan wanita dan hidup yang tak menemukan mati husnul khotimah.

Setiap hari jiwa kita bepergian. Bergerak dengan cita- cita dan diseret oleh harapan. Dunia sedang membangun sejenis impian memalui propaganda dan hasutan- hasutan. Manusia berlarian mengejar hingga jauh meninggalkan keluarganya, kampungnya, sejarah dan asal usulnya. Impian- impian yang dipersepsikan sebagai kejayaan, kemakmuran dan kehebatan itu tak pernah selesai dikejarnya. Manusia saling berlomba agar bisa mengungguli orang lain.

Kepergian umat manusia telah membawa mereka ke tempat yang sangat jauh dari rumah sejatinya. Termangu- mangu di hamparan padang yang tak dikenalinya. Dan pada momen- momen tertentu ketika sukma mereka berontak, dorongan untuk pulang terasa menggebu. Ada sesuatu yang dirindui. Namun sesuatu itu telah menjadi samar- samar dan tak bisa dengan jelas dirumuskan.

Pada saat mereka mencoba mencari tempat pulang, rumahnya tak lagi memberi rasa kepulangan, kampungnya telah kehilangan wajah sejarahnya, negaranya sudah bukan lagi negerinya, pemimpin- pemimpinnya sudah tak memancarkan wajah pengayom, agama- agama telah menyempit menjadi industri madzab dan aliran- aliran yang mempertegas permusuhan, bahkan tempat- tempat ibadah juga tak lagi dihuni oleh Tuhannya.

Manusia sedang membutuhkan arus balik dari langkah kepergian, yakni kepulangan. Juguran Syafaat membuka pintu bagi kedatangan para pembelajar untuk menemukan atmosfir kepulangan. Juguran Syafaat mengembarai ilmu Maiyah sebagai jalan menemukan rasa kepulangan yang tentram. Seperti perantau yang pulang menjumpai kampung halamannya, sanak keluarganya, orang tuanya dan habitat budaya yang membesarkan sejak masa kanak- kanak.

Lihat juga

Di Juguran Syafaat tak ada akrobat kemewahan dan pamer kealiman. Tak ada unjuk kebolehan kepakaran yang saling menuduh orang lain sebagai ahli neraka. Sebelas tahun perjalanan Juguran Syafaat tidak sedang ingin mencapai apa- apa. Kecuali menemukan makna dan titik pijak yang tepat bagi setiap keberangkatan. Agar ketika harus pulang setelah pergi, tak kebingungan melacak jejaknya kembali.

(Redaksi Juguran Syafaat)

Lihat juga

Back to top button